MEMPOSISIKAN PEKERJA SOSIAL
DALAM PENGEMBANGAN E-GAVERNMENT
DI INDONESIA
Oleh
DASUKI )
I. PENDAHULUAN
Departemen Sosial setidaknya dikenal masyarakat banyak sebagai “corongnya pemerintah” dalam dan untuk ”pengentasan masalah-masalah sosial” maka sudah selayaknya berperan aktif menyebar luaskan kegiatan-kegiatan kepemerintahan, hasil-hasil pembangunan dengan segala upayanya dan permasalahannya di bidang kesejahteraan sosial. Seiring sejalan dengan tumbuh dan kembangnya ledakan informasi karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau information, communication and technology (ICT) yang berakibat pada jumlah informasi semakin luas, maka informasi baik dan benar sangat dibutuhkan penyebaran dalam penanganan masalah-masalah kesejahteraan sosial di Indonesia , untuk itulah diperlukan pekerja-pekerja sosial masyarakat yang profesional pula.
Namun dalam pada itu juga umumnya para professional yang sibuk dengan pekerjaannya sangat memerlukan informasi yang sifatnya cepat, akurat, mudah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu sebagai pemakai aktif, belum lagi pemakai pasif dan calon-calon pemakai potensial.
Sementara hak untuk memperoleh informasi adalah merupakan hak dasar rakyat Indonesia, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 28 f, bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Artinya apa bahwa sudah sewajarnya tuntutan dan hak kepentingan masyarakat untuk memperoleh informasi, harus di ikuti kewajiban pemerintah dan/ atau pemerintah didaerah menyediakan saluran atau institusi yang bertanggung-jawab. Dilingkungan pemerintahan sarana prasarana pendukung sesuai dengan kemajuan TIK dan dinilai cukup efektif dan efisien dengan diwujudkannya E-Government.
E-Government adalah merupakan sebuah model pengembangan hubungan antara pemerintah dan masyarakat dengan memanfaatkan secara intensif dan ekstensif berbagai perangkat teknologi, informasi dan komunikasi guna mencapai bentuk penerapan tata kepemerintahan yang baik dalam “good public government”.
Dengan sasaran tersebut diharapkan terwujudnya pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih, lebih responsif terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat, lebih adanya keterbukaan dan transparansi dengan akuntabilitas tinggi. Dilain pihak masyarakat diharapkan lebih mudah memperoleh informasi dari layanan pemerintahan bahkan masyarakat mitra pemerintah dalam hal perpanjangan tangan pembangunan, dan pada akhirnya diharapan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam keikut sertaan penyelenggaraan pembangunan itu sendiri, disamping keperluan untuk dirinya sendiri yang juga bermuara pada kecerdasan kehidupan bangsa pada umumnya.

II. PEKERJA SOSIAL SEBAGAI AGEN INFORMASI KESEJAHTRAAN SOSIAL
Konstelasi perjalanan politik Negara dari era sentraliassi ke era desentralisasi dewasa ini telah banyak mengalami perubahan drastis, sejak era reformasi. Indonesia pernah mengalami masa suram dalam penyaluran informasi. Sebelum terjadinya reformasi banyak informasi-informasi yang tenggelam tidak sampai dibiarkan tersebar di tengah masyarakat bahkan ada yang ditenggelamkan. Namun setelah mengalami era reformasi, informasi-informasi yang sebelumnya tersumbat / dijauhkan dari masyarakat mulai dapat dikonsumsi. Dan salah satu agen penyalur informasi paling dominan pada saat kini adalah mess media bahkan dalam era digital dewasa ini terbuka peluang bagi setiap orang untuk menjadi agen informasi melalui bantuan teknologi digital. Kondisi ini dapat kita ketahui dan dibuktikan dengan maraknya tayangan video amatir di televisi, dengan masalah sosial mulai dari tema pilkada, bencana alam, masalah kerusuhan, hingga teror bom dan seterusnya yang cukup memprihatinkan.
Kita sadari bahwa saat ini telah terjadi proses otonomi daerah yang lebih luas dengan desentralisasi tugas dan tanggung jawab besar pemerintah pusat ke pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Dimana daerah memperoleh kesempatan lebih besar untuk menentukan sendiri fokus pembangunan daerah dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya dan potensi daerah dengan perangkat daerahnya.
Salah satu perangkat baik pusat maupun daerah yang dibutuhkan dalam kerangka keterkaitan penyebaran informasi kesejahteraan sosial adalah pekerja sosial, dengan perkataan lain bahwa pekerja sosial agen perubahan pembangunan corong dan mitra untuk masyarakat. Sayangnya selama ini pengertian pekerja sosial sebagai perorangan ataupun dibawah badan atau institusi hanya dianggap mereka sebagai atau sekedar “tempat sumber infomasi” dengan perkataan lain sebagai sumber daya manusia yang belum mendapat perhatian dan penghargaan masyarakatnya masih kurang. Padahal di era otonomi daerah sekarang ini jasa mereka sangat penting sebagai sosial agen informasi dibidang kesejahteraan sosial di daerah-daerah.
Sampai saat ini pula pekerja sosial dalam masyarakat, identik sama dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM) merupakan salah satu komponen masyarakat yang dapat diandalkan sebagai mitra kerja Departemen Sosial dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial, karena TKSM adalah warga masyarakat yang peduli, memiliki wawasan dan komitmen pengabdian di bidang sosial kemanusiaan.
Pada dasarnya rasa kemanusiaan dan rasa sosial masih tebal bersemayam di hati sanubari setiap warga masyarakat terutama yang bertempat tinggal di pedesaan, di kampung-kampung atau di tingkat RT/RW diwilayah kota/daerah sub urban. Mereka memiliki sifat kodrat manusia, hal ini terbukti dengan masih kuatnya tradisi saling tolong menolong baik secara gotong-royong maupun secara perorangan, mereka semuanya merupakan relawan sosial yang mengemban nilai-nilai kesetiakawanan sosial, salah satu warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sangat luhur dan tinggi harganya.
Agar visi misi mereka sejalan searah dengan program pembangunan nasional mereka perlu diberdayakan untuk ditumbuh kembangkan serta dibentuk dan diwujudkan dalam wadah Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) kemudian dilatih dalam diklat bidang kesejahteraan sosial sebagai kader bangsa.
Di negara kita sektor pelayanan Kesejahteraan Sosial belum mendapat perhatian cukup baik namun kedepan arah kita kesana. Kita usahakan agar dalam RAPBN atau RAPBD dana untuk kesejahteran sosial ditingkatkan”. Yang jelas, jika bidang kesejahteran sosial nasional sudah dilaksanakan maka pembangunan kesejahteraan sosial, baik struktur maupun infrastrukturnya akan menjadi perhatian utama dari pemerintah.
Seiring dengan hal itu “Perkembangan teknologi informasi yang semakin global menuntut pekerja sosial bersiap diri. Tidak saja lebih profesional, tetapi juga mencermati konteks pemahaman basis pengetahuan sebagai pola pikir baru. Sejalan dengan hadirnya Undang undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sudah sewajarnya kemandirian dan kemampuan sangat penting untuk eksistensi pekerja sosial” . Artinya, pekerja sosial tidak lagi cuma sekedar menggantungkan diri kepada Pemerintah atau pemerintah daerah, tetapi perlu melakukan berbagai innovási untuk menjaga keberadaan atau eksistensi mereka.
Dalam konsep pengembangan dan pembangunan pekerja sosial dapat lebih diintensifkan fungsinya sebagai salah satu sumber atau agen informasi pembangunan pusat dan daerah dengan memanfaatkan berbagai sistem dan TIK, dimana melalui jasa pekerja sosial dimungkinkan transfer informasi lebih cepat, murah, efektif dan efisien. Bahkan dapat membantu program pemerintah sebagai contohnya tenaga pendampingan yang ada dilapangan di daerah salah satu desa yang sulit agak terpencil di Kabupaten Jawa Timur dalam Program Keluarga Harapan (PKH) seorang pendamping dapat dengan mudah memberikan informasi melaporkan perkembangan warga binaannya langsung ke Departemen Sosial pusat.
Fungsi pekerja sosial sebagai penyebarluasan informasi dapat diintensifkan dengan pemberian layanan kediklatan pembentukan kader sosial dalam model informasi yang beragam sehingga dapat memberikan nilai tambah. Pemahaman dan pemikiran yang integral tentang pekerja sosial sebagai salah satu perangkat yang dapat mendukung program pemerintah termasuk pemerintah daerah, akan berdampak positip sekaligus meningkatkan nilai tambah pembangunan daerah sebagai salah satu aktor pembangunan, yang mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
Dalam arti ini andai saja esensi-esensi pekerja sosial tersebut dipahami sebagai sumber informasi sekaligus sumberdaya manusia, yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan”, bukan mustahil pekerja sosial tidak akan hanya dianggap atau dipandang sebelah mata sebagai orang perorangan atau mereka yang dibawah institutusi sekedar “ada tapi tiada” atau hanya sekedar sebagai pelengkap penderita, tetapi menjadi keharusan ada untuk ikut serta berperan aktif bersinerji sebagai salah satu aktor pembangunan dan bersama-sama bervisi maju menatap kedepan.

III. PEKERJA SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat dan pesat terutama dengan keberadaan Internet, handphone dan alat komunikasi lainnya, menghendaki suatu tata pemerintahan harus dapat segera menyesuaikan, mengadaptasi dan memanfaatkan perkembangan teknologi masa kini.
Dengan memanfaatkan teknologi masa kini tersebut, sudah saatnya dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik atau electronic-government (e-government), dan dibidang pekerjaan sosial membutuhkan pekerja-pekerja sosial yang memiliki ilmu dan kompetensi.
Banyak negara mulai mencoba mengadaptasi perkembangan Internet dengan mengimplementasikan sistem yang diyakini merupakan bentuk dari e-government, dan yang diyakini pula memiliki potensi besar dalam kerangka merevolusi penyelenggaraan pemerintahan dan pendemokrasian masyarakat. Termasuk Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu pemerintah sebenarnya sudah menerapkan dimensi elektronik dengan kebijakan Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan strategi nasional pengembangan E-Governement, dengan maksud bahwa kemajuan TIK yang pesat serta potensi pemenfaatannya secara luas membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Disamping itu yang lebih penting bahwa dengan pemamfaatan TIK dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efectivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.
Sayang sekali perkembangan e-government di Indonesia sendiri belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Satu dan lain hal banyak kendala yang muncul mulai dari masalah ketersediaan infrastruktur yang masih terbatas, sampai dukungan semua pihak baik masyarakat, dunia usaha dan pemerintah sendiri belum seperti yang diharapkan. Dilain pihak keterbatasan kapasitas sumber daya manusia baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah dan kemampuan e-literacy masyarakat, sarana dan prasarana dalam wujud infrastruktur dan aplikasi dasar dimana prasarana baik berbentuk perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi dan penyaluran informasi, dan lain sebagainya sehingga harapan pengembangan e-government di negara kepulauan Negara Kesatuan RI (NKRI) ini belum terwujud sebagaimana mestinya.
E-Government memungkinkan dilakukannya transaksi yang berhubungan dengan sistem pemerintahan dalam setiap saat dan dari manapun seseorang berada dapat dilakukan. Sementara penduduk mendapatkan informasi dan melakukan aktivitas yang proaktif, beriring dengan orang-orang di dalam pemerintahan bekerja antusias menggunakan TIK, menghasilkan sesuatu yang berbeda, menggunakan jaringan untuk melayani publik. Sementara itu institusi swasta menikmati interaksi yang cepat dan mudah sehingga meningkatkan perhatian publik.
Pengembangan e-government dimaksudkan sebagai salah satu metode untuk memaksimalkan efisiensi bisnis pemerintahan dan mengefektifkan bagian yang berhubungan dengan penyaluran layanan (services) kepada publik, penyebaran informasi (information dissemination), dan dapat mengurangi anggaran seperti biaya cetak (publishing) dengan membuat versi elektronik dari dokumen-dokumen yang tersedia sehingga memungkinkan penghematan anggaran negara. Salah satu cara yang banyak dilakukan adalah dengan membangun portal atau situs pemerintahan di Internet.
Contoh sederhana : Undangan Rapat atau apa saja tidak lagi perlu disampaikan dalam bentuk tercetak, yang tentunya memerlukan biaya ketik, kertas, amplop, termasuk biaya kirim dan sebagainya dengan demikian alur information dissemination dalam lingkup e-gavernment, hanya cukup dengan klik e-mail. Contoh lain yang lebih konkrit sekarang ini ada surat edaran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) No. B.60.50/KPK/I/2007 Tgl. 11 Januari 2007 tentang Saran Pimpinan KPK untuk segera mengumumkan rencana pengadaan barang/jasa TA 2007 di situs Internet (E-Announcement). Bahwa dikehendaki rencana pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (www.pengadaannasional-bappenas.go.id) atau E-Announcement, telah diresmikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Menteri Komunikasi dan Informasi didampingi oleh Ketua KPK pada tgl. 5 Januari 2007 yang lalu. Pertanyaan muncul? Apakah pemerintah dengan segala atributnya dan masyarakat itu sendiri sudah siap? Bagaimana dukungan, perhatian dan kepedulian Pekerja sosial berbasis elektronik (e-library)?.

IV. PERAN DAN FUNGSI PEKERJA SOSIAL DALAM MASYARAKAT PADA PENGEMBANGAN E- GOVERNMENT
A.Keadaan
Ketatalaksanaan program diklat kesejahteraan sosial dan pengadaan jumlah pekerja sosial didaerah-daerah yang berada diluar pulau Jawa, nampaknya masih kurang karena kurang dukungan oleh pemerintah daerah, peran pekerja sosial belum berjalan baik sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tataran program Diklat Kesejahteraan sosial Departemen Sosial, khususnya akan keberadaan dan peran Petugas Sosial (Pekerja Sosial) pada instansi Dinas Social atau instansi pemerintah lainnya, sementara itu pemerintah(Departemen Social RI) juga sedang menggalakkan jabatan fungsional bagi PNS yang lebih besar dari pada jabatan struktural,
Untuk PNS bagi mereka yang melaksanakan kegiatan pekerjaan social diangkat dalam Jabatan Fungional Pekerja Sosial (JFPS) yang diatur oleh Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/03/M.PAN/1/2004 Tgl.16 Januari 2004 tentang Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Angka Kreditnya kemudian diperkuat dengan Keputusan Bersama Menteri Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor:05/HUK/2004, Nomor :09 Tahun 2004 Tgl.8 Maret 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Angka Kreditnya.
Namun dalam kenyataan dilapangan ada kemungkinan ( beberapa tahun kedepan bilamana tidak diiringi dengan perhatian, pembinaan dan pengelolaan dengan baik tidak mustahil akan berkembang) dengan kata lain tenaga Peksos akan hidup enggan mati tidak, kurang perhatian tidak jelas kemana dan bagaimana pembinanya, ditambah lagi dengan keberadaan dan peran TKSM (PSM, Karang Taruna, dan Pengurus Orsos) sebagai pekerja sosial turut menurun dan bahkan mulai hilang, walaupun keberadaan secara fisik ketenagaannya masih ada (orangnya tertentu tidak bertambah).
Maka bilamana tidak ada komitmen pemerintah daerah dalam program pelayanan social yang profesional secara perlahan pekerja social tetap tidak menarik dalam era desentralisasi. Walaupun dalam pada itu Departemen Sosia RI telah memprediksikan keadaan ini dengan mengkoordinasikan kepada Badan Kepegawaian Daerah diseluruh Indonesia memberikan masukan pada pemda Bupati/ Walikota bahkan terhadap seluruh, untuk meningkatkan keberadaan pekerja sosial namun tergantung pada keseriusan Otonomi daerah akibatnya berdampak bagi aparatur dinas sosial maupun TKSM sebagai tenaga SDM dibidang Kesejahteraan sosial, yang belum dan tidak menjadi perhatian serius serta tidak terarah dalam pembinaan pekerjaan sosial, akhirnya keberadaannya akan tidak ada dan tidak jelas pembinaannnya baik di provinsi, kabupaten / kota apalagi sampai pada tk Kec baik diinstansi pemerintah maupun tenaga peksos di masyarakat.
B.Masalah.
Pengorganisasian tatalaksana kelembagaan dinas /badan sosial pada tingkat provinsi terhadap program pembinaan pekerja sosial bahwa penyebab utamanya adalah ketidak tepatan (kekeliruan) dalam memanage pembangunan dibidang kesejahteraan sosial yang berkenaan dengan pengadaan JFPS dan kemungkinnya dalam ketata pelaksanaan program sosial, dengan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab penanganan kegiatan untuk SDM Kesejahteraan sosial bahkan tidak tahu/ tidak jelas apakah langsung dilaksanakan keberadaannya oleh BKSD (Badan Kesejahteraan Sosial Daerah) atau BKD/ BAPLP Daerah (Badan Administrasi dan Pendidikan Latihan Pegawai) yang membawahi Balai Diklat Propinsi atau kemungkinana keterbatasan SDM bidang kesejahteraan pada BKSD/BKD/BAPLP. Memang akan sulit dalam mewujudkan peksos fungsional dilakukan dalam diklat daerah, itupun apa sudah pernah adanya diklat jabatan pekerja sosial fungsional bagi PNS yang kemudian pemamfaatan secara operasional digunakan oleh BKSD atau dinas sosial provinsi, kabupaten / kota, sehingga akan terdapat adanya koordinasi, singkronisasi program kesejahteraan sosial didaerah dalam pengadaan pekerja sosial.
Persoalan yang dihadapi kedepan adalah bagaimana dan dari mana memulai membangun pemerintahan yang baik (good govemance) kususnya dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, secara konseptual perlu dipikirkan upaya membangun pemerintahan dengan leading sektor bukan hanya kemajuan ekonomi semata, tetapi harus dikedepankan dengan panglimanya adalah kesejahteraan sosial masyarakat, perlu disadari antara teori dan praktek masih terdapat kesenjangan yang tajam, tetapi kesenjangan itu jangan dibiarkan berlarut-larut sehingga penanganan pekerjaan sosial menjadi kropos tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
C.Upaya Mengatasi Masalah
Peran dan fungsi pekerja sosial tidak terbatas informasi pemerintahan yang diperlukan oleh masyarakat atau pemakai, tetapi juga banyak informasi sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana terjadi ledakan atau banjir informasi dalam masalah-masalah sosial. Akankah pekerja sosial dapat memamfaatkannya, membiarkan begitu banyak informasi berada dimana-mana, dan kemana-mana, dan membiarkan masyarakat pemakainya akan lebih sulit memperoleh dan penanganannya.
Untuk mengatasi masalah peksos perlu mengumpulkannya di dalam satu unit layanan bagi pekerja sosial akan lebih menjamin keberadaan mereka. Tentunya menuntut tugas yang tidak ringan tatkala dikehendaki Pekerja sosial ataupun TKSM harus mampu menyaring dan menjaring informasi, dengan perkataan lain bagaimana mengakses, menelusur, mengklarifikasi informasi sehingga memudahkan pencarian dan penemuan kembali bagi yang berkepentingan.
Pada kondisi lain pekerja sosial sebagai perorangan bisa dipandang sebagai orang yang mampu melakukan ”pendidikan non formal” yang bisa berperan mengatasi masalah sosial dilingkungannya dan dapat menunjang pendidikan sepanjang hayat (long live education). Oleh karenanya pekerja sosial sebagai TKSM harus bisa diakses bagi semua lapisan masyarakat. Dalam kondisi demikian pekerja sosial bisa dipandang berperan sebagai agen perubahan, sekalipun itu hanya terbatas bagi penggunanya. Untuk itulah kemampuan seorang pekerja sosial diperlukan kecanggihan di dalam pengelolaan mengatasi masalah-masalah sosial, dan salah satunya dalam wujud pengelolaan pengetahuan yang akrab disebut dengan knowledge management (KM).
Dengan kemajuan TIK maka upaya untuk mengatasi masalah pekerja sosial didaerah yaitu adanya komitmen kepala pemerintah daerah dan komitmen pejabat dinas sosial setempat, tantangan kedepan dan kebutuhan hari ini, sudah waktunya dimulai dan di apresiasi melalui pekerja sosial akan menghasilkan keberaksaraan informasi atau melek informasi (information literacy) dan pada akhirnya akan menghasilkan hasil/ keluaran penelusuran yang bermanfaat (product outcome) dibidang sosial.
Dalam bidang pemerintahan untuk mengatasi masalah pengadaan peksos serta SDM kesejahteraan sosial didaerah dapat saja dilaksanakan komitmen kerjasama Pusdiklat kesos Departemen Social / Biro Kepagawaian Departemen Social RI dengan BKSD/BKD/BAPLP yang ada di Provinsi,Kabupaten /Kota dalam segala aspek SDM dengan dukungan dananya.
Jadi pada hakekatnya bagi pekerja sosial itu sendiri akan menjadi pekerja pengetahuan (knowledge workers) dimana knowledge workers memegang peran sentral dalam KM. Pekerja sosial diantaranya dituntut untuk memahami pelbagai bidang ilmu, sehingga bila ada pemakai yang membutuhkan informasi dapat dirujuk secara detail. Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk memudahkan pemakai mengoptimalkan informasi yang dibutuhkan oleh dan dari lingkungan mereka.

V. BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM TATANAN E-GOVERMENT
Tataran implementasi kehidupan masyarakat berbasis informasi bidang kesejahteraan sosial dan aplikasi teknologi, dilain pihak adanya kesenjangan pemenuhan tenaga pekerja sosial, beberapa hal yang mempengaruhi dan perlu penguatan, antara lain :
1. Sumber Daya Manusia. Ada kebutuhan baru dari keahlian para pekerja sosial dalam TIK yang bertindak sebagai mediator antara pemakai dan teknologi dalam proses temu kembali informasi dalam program-program pembangunan kesejahteraan sosial dan/atau pelatihan harus ditempatkan untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilan. Bila dipandang perlu juga merevisi pola layanan pembangunan sosial untuk menciptakan jalur karier tersendiri dalam staf profesional dan administrasi. Dengan perkataan lain perlu memiliki kompetensi baik kompetensi individual maupun profesional guna mendukung KM.
2. Teknologi. Para pekerja sosial harus memanfaatkan teknologi secara tepat guna dan hasil guna, secara luas untuk memberikan tingkat layanan yang lebih luas. Sebagai contoh : Pemanfaatan komputer, internet, intranet; laptop (notebook); personal data access (PDA); bahkan sekarang pemanfaatan telepon selular (handphone) dan lain sejenisnya yang bermanfaat bagi mempersingkat pelaksanaan dalam penyelenggaraan layanan yang lebih cepat, tepat, akurat dan lebih baik.
3. Organisasi. Untuk memadukan kecanggihan teknologi di satu sisi, sementara di sisi lain tersedianya sumber daya manusia yang memadai dengan kemampuan dan keterbatasannya tentunya perlu dikoordinasikan melalui peran organisasi, baik dilingkungan pemerintah maupun swasta. Sayangnya organisasi di lingkungan pemerintahan masih banyak dikehendaki pada level-level tertentu yang sangat dimungkinkan perkembangannya pada tingkat ketergantungan ”sektornisasi” yang memadai. Untuk itu perlu penguatan kelembagaan dinas sosial pada segala tataran yang mampu mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, dengan kata lain bisa menjamin sebagai institusi publik yang demokratis dalam melayani kebutuhan informasi kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

VI. PENUTUP
Eksistensi pekerja sosial ke depan mampu berperan sebagai salah satu agen penyebaran informasi dalam bidang masalah kesejahteraan sosial, disamping pendapat lain sebagai agen perubahan masyarakat, pembaharuan masyarakat, guru pembelajaran bagi masyarakatnya, dan lain sebagainya banyak bergantung bagaimana menjadikan KM yang andal.
Kemajuan TIK mengharuskan perubahan paradigma pekerja sosial, bahwa sejatinya kegiatan utama pekerja sosial dalam penanganan masalah – kesejahteraan sosial sangat identik dengan kegiatan KM sehingga bagaimana seorang pekerja sosial memodifikasi apa yang diisyaratkan setidaknya memiliki kompetensi baik individual maupun profesional untuk mensikapi dan mengantisipasinya.
Sejalan dengan perkembangan TIK dilain pihak, jangan dilupakan pula pada kenyataannya bahwa semakin luas berkembangnya masalah sosial yang memprihatikan, untuk itu perlu perhatian,komitmen dan dukungan yang lebih serius dari semua pihak, jangan hanya sekedar omong doang (omdo) atau hanya terbatas pada tataran wacana, tetapi (ini merupakan tugas pemerintah) merubah menjadikannya sebagai tataran kebijakan artinya ada realita/bukti terwujudnya keberadaan pekerja sosial dalam operasionalisasi khususnya bagi pekerja sosial yang keberadaannya diluar Jawa..
Jakarta September 2009

0 komentar:

Posting Komentar